Sabtu, 18 Mei 2013

Makna Sirna Ilan Kertanin Bhumi



Apa makna “Sirna Ilan Kertanin Bhumi” (Saka 1400/1478 M)

Merupakan Candrasengkala dari Serat Kanda yang selama ini dideskripsikan sebagai saat keruntuhan Majapahit. Namun apakah hal itu benar, lantas peristiwa apa yang sebenarnya terjadi di Majapahit, sumber sejarah apa sajakah yang bisa dijadikan sebagai bukti mengenai hal itu, dan kapan sebenarnya Majaphit runtuh.
            Hal ini merupakan perdebatan para sejarawan sejak dulu. Ada sebagian yang berpendapat bahwa hal itu memang benar tahun saat jatuh dan runtuhnya Majapahit namun tidak sedikit pula yang menganggap berbeda lantas bagaimana yang sebenarnya, berikut penjelasan singkatnya.
            Berita tradisi mengenai keruntuhan Majapahit pada Saka 1400, yang disimpulkan dalam candra sengkala sirna ilan kertanin bhumi” dari serat kanda, harus ditafsirkan sebagai peristiwa perebutan takhta yang dilakukan oleh Girindrawarddhana Dyah Ranawijaya terhadap Bhre Krtabhumi. Seperti yang diungkapakan di dalam prasasti-prasastinya, pada Saka 1400 Ranawijaya melakukan penyerangan ke Majapahit (yuddha lawanin Majapahit). Dalam penyerangan itu Bhre Krtabhumi gugur di kedaton dan Ranawijaya sebagai pewaris yang sah kembali menguasai kembali kerajaan Majapahit (Djafar, 1978: 129).
            Jadi, pendapat yang menyatakan bahwa Majapahit runtuh pada Saka 1400 itu merupakan sebuah kekeliruan dalam penafsiran bukti sejarah dan bisa dibilang sebagai ketidak tepatan. Karena, hanya berdasarkan sumber sejarah tradisional yang tidak bisa begitu saja dijadikan sebagai pegangan atau sumber sejarah yang relevan.
            Jelas bahwa pada waktu itu, Majapahit  masih berdiri. Bukti-bukti epigrafi yang berasal dari tahun Saka 1408 (1486 M), yaitu prasasti-prasasti dari Raja Girindrawarddhana dengan jelas menyabutkan dirinya sebagai “Sri Maharaja Sri Wilwatikta”, menguatkan hal itu, adanya kegiatan pembangunan tempat-tempat suci keagamaan bercorak Hindu di lerang Gunung Penanggungan pada masa pemerintahan Ranawijaya antara tahun Saka 1408-1433, mendukung kenyataan bahwa kerajaan Majapahit masih ada pada waktu itu. Bahkan sebuah prasasti tembaga yaitu prasasti Pabanolan yang berangka tahun Saka 1463/1541 M masih menyebutkan tempat penulisannya di sebuah tempat suci di Wil(w)atikta (telas sinurat ri san hyan baturpajaran ri wil(w)atikta).
            Lantas kapan sebenranya Majaphit runtuh?. Kami berpendapat bahwa antara tahun 1518-1519, yaitu kira-kira 1521, Pati Unus telah menguasai Kerajaan Majapahit. Dengan dikuasainya Majapahit oleh Demak maka dapat dikatakan bahwa pada 1519  bahwa Majapahit telah kehilangan kedaulatan, dengan demikian pada 1519 untuk sementara dapat dikatakan sebagai keruntuhan kerajaan Majapahit. Sejak saat itu, maka kekuasaan raja-raja dari Dinasti Girindra yang telah berkuasa selama hampir 300 tahun lamanya di Kerajaan Singhasari dan Majapahit berakhir. Akan tetapi dengan berakhirnya Kerajaan Majapahit tidak berarti seluruh wilayah kekuasaan Majapahit jatuh ke tangan Demak dan menjadi Islam. Sampai akhir abad XVI, sisa-sisa kekuasaan Hindu ini masih ada, bahkan sampai akhir abad XVII daerah Balambangan masih merupakan sebuah kekuasaan Hindu (Kempers, 1959: 16; Meersman, 1967: 43-54; Krom, 1931: 466).
            Jadi, jelaslah bahwa sirna ilan kertanin bumi atau Saka 1400/1478 M bukanlah akhir dari kerajaan Majaphit. Karena, itu merupakan sebuah peristiwa dimana terjadi perebutan kekuasaan oleh Dyah Ranawijaya dari Bhre Khertabumi. Untuk sementara kita dapat perkirakan  akhir Majapahit antara tahun 1518-1521 M hal ini  berdasarkan bukti-bukti peninggalan sejarah yang ditemukan mengenai hal itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar