Apa
makna “Sirna Ilan Kertanin Bhumi” (Saka 1400/1478 M)
Merupakan Candrasengkala dari Serat Kanda yang selama ini dideskripsikan sebagai saat keruntuhan
Majapahit. Namun apakah hal itu benar, lantas peristiwa apa yang sebenarnya
terjadi di Majapahit, sumber sejarah apa sajakah yang bisa dijadikan sebagai
bukti mengenai hal itu, dan kapan sebenarnya Majaphit runtuh.
Hal ini merupakan perdebatan para
sejarawan sejak dulu. Ada sebagian yang berpendapat bahwa hal itu memang benar
tahun saat jatuh dan runtuhnya Majapahit namun tidak sedikit pula yang
menganggap berbeda lantas bagaimana yang sebenarnya, berikut penjelasan
singkatnya.
Berita tradisi mengenai keruntuhan
Majapahit pada Saka 1400, yang disimpulkan dalam candra sengkala “sirna
ilan kertanin bhumi” dari serat kanda, harus ditafsirkan sebagai peristiwa perebutan takhta yang dilakukan oleh Girindrawarddhana Dyah
Ranawijaya terhadap Bhre Krtabhumi. Seperti yang diungkapakan di dalam
prasasti-prasastinya, pada Saka 1400 Ranawijaya melakukan penyerangan ke Majapahit
(yuddha
lawanin Majapahit). Dalam
penyerangan itu Bhre Krtabhumi gugur di kedaton dan Ranawijaya sebagai pewaris
yang sah kembali menguasai kembali kerajaan Majapahit (Djafar, 1978: 129).
Jadi, pendapat yang menyatakan bahwa
Majapahit runtuh pada Saka 1400 itu merupakan sebuah kekeliruan dalam
penafsiran bukti sejarah dan bisa dibilang sebagai ketidak tepatan. Karena,
hanya berdasarkan sumber sejarah tradisional yang tidak bisa begitu saja
dijadikan sebagai pegangan atau sumber sejarah yang relevan.
Jelas bahwa pada waktu itu,
Majapahit masih berdiri. Bukti-bukti
epigrafi yang berasal dari tahun Saka 1408 (1486 M), yaitu prasasti-prasasti
dari Raja Girindrawarddhana dengan jelas menyabutkan dirinya sebagai “Sri
Maharaja Sri Wilwatikta”, menguatkan hal itu, adanya kegiatan pembangunan
tempat-tempat suci keagamaan bercorak Hindu di lerang Gunung Penanggungan pada
masa pemerintahan Ranawijaya antara tahun Saka 1408-1433, mendukung kenyataan
bahwa kerajaan Majapahit masih ada pada waktu itu. Bahkan sebuah prasasti
tembaga yaitu prasasti Pabanolan yang berangka tahun Saka 1463/1541 M masih
menyebutkan tempat penulisannya di sebuah tempat suci di Wil(w)atikta (telas
sinurat ri san hyan baturpajaran ri wil(w)atikta).
Lantas kapan sebenranya Majaphit runtuh?.
Kami berpendapat bahwa antara tahun 1518-1519, yaitu kira-kira 1521, Pati Unus
telah menguasai Kerajaan Majapahit. Dengan dikuasainya Majapahit oleh Demak
maka dapat dikatakan bahwa pada 1519 bahwa Majapahit telah kehilangan kedaulatan,
dengan demikian pada 1519 untuk sementara dapat dikatakan sebagai keruntuhan kerajaan
Majapahit. Sejak saat itu, maka kekuasaan raja-raja dari Dinasti Girindra yang
telah berkuasa selama hampir 300 tahun lamanya di Kerajaan Singhasari dan
Majapahit berakhir. Akan tetapi dengan berakhirnya Kerajaan Majapahit tidak berarti
seluruh wilayah kekuasaan Majapahit jatuh ke tangan Demak dan menjadi Islam.
Sampai akhir abad XVI, sisa-sisa kekuasaan Hindu ini masih ada, bahkan sampai
akhir abad XVII daerah Balambangan masih merupakan sebuah kekuasaan Hindu
(Kempers, 1959: 16; Meersman, 1967: 43-54; Krom, 1931: 466).
Jadi, jelaslah bahwa sirna
ilan kertanin bumi atau Saka
1400/1478 M bukanlah akhir dari kerajaan Majaphit. Karena, itu merupakan sebuah
peristiwa dimana terjadi perebutan kekuasaan oleh Dyah Ranawijaya dari Bhre
Khertabumi. Untuk sementara kita dapat perkirakan akhir Majapahit antara tahun 1518-1521 M hal
ini berdasarkan bukti-bukti peninggalan
sejarah yang ditemukan mengenai hal itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar