KELIRUMOLOGI
JAYASUPRANA ( EMANSIPASI WANITA)
Salah satu persepsi punlik yang
paling populer adalah anggapan bahwa makan emansipasi wanita adalah perjuangan
kaum wanita dalam memperoleh persamaan hak dengan kaum pria. Persepsi itu
keliru, namun kaprah dipertahankan, bahkan sampai menteri urusan wanita pun
lantang mencanangkannya dalam pekik perjuangan resmi kaum wanita Indonesia.
Makna emansipasi wanita sebenarnya
bukan demi memperoleh persamaan hak dengan kaum pria. Apabila hak kum wanita
disamakan dengan hak kaum pria, malah akan merugikan kaum wanita, sebaliknya
hak kaum pria secara kodrati juga mustahil disamakan dengan wanita, akibat
realita kewajiban maing-masing jenisa kelamin dengan latar belakang bilogis
kodrati yang berbeda.
Secara kodrati meski dipaksakan
dengan cara apapun, kaum pria tidak mungkin melakukan perilaku kodrati kaum
wanita, seperti menstruasi, pregnasi, laktasi ( datang bulan mengandung plus
melahirkan dan menyusui). Allah memang menciptakan sifat-sifat biologis kodrati
pria beda dengan wanita. Bentuk alat kelamin pria juga diuciptakan Allah
berbeda dengan wanita justru fungsi reproduksional agar makhluk manusia tidak
punah.
Keliru sambil merugikan, jika kaum
wanita berjuang unutk memperoleh hak yang sama dengan kaum pria. Kareana
berdasarkan latar belakng kodrati jelas berbeda. Di Dunia tenaga kerja di
Indonesia masa kini, kaum wanita justru memiliki kelebihan hak ketimbang pria
yaitu cuti hamil dan melahirkan yakni cuti hamil dan melahirkan selama 3 bulan.
Apabila
hak pekerja wanita disamakan dengan pekerja pria, maka hak libur hamil dan
melahirkan itu akan lenyap. Sebaliknya, tidak ada alasan bagi pekerja pria untuk disamakan hak cuti
kodratinya dengan pekerja wanita, akibat latar belakang realita kodrati bilogis
kaum pria mustahil memenuhi syarat untuk memenuhi untuk memperoleh hak cuti.
Menggelikan jika pekerja menuntut cuti kodrati mereka, msalnya cuti ereksi,
atau cuti menghamili, yang sebenarnya cukup melelahkan itu. Yang lebih
produktif sebenarnya adalah perjuangan agar pekerja wanita memperoleh atas hak
imbalan gaji sesuai realita kemampuannya setara yang direrima pekerja pria
dengan kemampuan sama.
Secara kultural, jika hak wanita
disamakan dengan hak pria juga merugikan wanita karean dengan persamaan hak
maka kaum wanita terutama yang sedang hamil, akan kehilangan hak kultural untuk
dilindungi dan prioritas khusus disaat situasi-situasi tertentu, seperti hak
memperoleh tempat duduk diangkutan umum, atau hak terlebih dahulu diselamatkan
di saat bencana atau kecelakaan, maupun hak untuk memperoleh prioritas
kehormatan seperti dibukakan pintu mobil, dipayungi saat hujan, dan aneka adat
istiadat tata kesopanan yang menguntungkan kaum wanita lainnya.
Maka emansipasi wanita yang benar
adalah perjuangan kaum wanita demi memperoleh hak memilih dan menentukan nasib
sendiri. Sampai kini, mayoritas wanita Indonesia terutama di daerah pedesaan
dan sektor informal belum sadar akan memiliki hak dan menentukan nasib mereka
sendiri, akibat normatif terbelenggu persepsi etika, moral , dan hukum
genderisme dan sosio kultural serba keliru. Belenggu budaya anakronistis itulah
yang harus didobrak gerakan perjuangan emansipasi wanita demi memperoleh hak
asasi untuk memilij dan menentukan nasib sendiri.