Sabtu, 18 Mei 2013

"Kutaramana Dharmasastra" kitab perundangan yang layak digunakan negeri ini



Sejarah bangsa Indonesia merupakan sejarah panjang peradaban dari berbagai dinasti-dinasti yang berkuasa. Dengan demikian tidak sedikit dari warisan-warisan yang ditinggalkan untuk kemajuan bangsa ini diantaranya adalah buah pikiran dan kitab-kitab hukum dan kesusasteraaan sehingga tidak perlulah kita mengadopsi berbagai hal-nya dari dunia barat. Kita sebagai bangsa Indonesia haruslah mementahakan teori dari A. Toynbee yang menyatakan bahwa dunia berhutang budi pada barat dalam berbagai halnya. Indonesia dengan barat lebih dahulu Indonesia dalam hal mencapai peradaban.
Sebagai sebuah bangsa yang kaya akan berbagai buah pikiran bangsa ini cenderung miskin pengetahuan. Sungguh ironis memang tapi itulah kenyataannya begitu banyak kitab-kitab yang bernilai tinggi dan pastinya tidak kalah isinya dengan buku-buku modern buatan bangsa asing. Tapi, seolah-olah bangsa ini malu untuk mempergunakan dan mempublikasikannya dalam dunia pendidikan sedari dini. Hal inilah yang menghambat kemajuan bangsa karena untuk menghargai sejarahnya saja tidak mau. Bayangkan di sekolah mulai dari tingkat dasar sampai menengah atas pendidikan sejarah seolah-olah tidak perlu dan di nomor sekiankan, lembaga pendidikan lebih mengutamakan pelajaran-pelajaran berhitung, kemudian bahasa dsb. Sejarah hanya diberikan porsi waktunya pun hanyalah dua jam dalam seminggu, sangat jelas dengan demikian bangsa ini semakin hari semakin tidak mau tahu dengan sejarah bangsanya. Sedari kecil saja sudah dijauhkan dari sejarah oleh pemerintahnya melalui kebijakan-kebijakan yang tidak mendukung pendidikan sejarah bangsa ini.
Contohnya real saat ini bangsa kita seakan-akan tidak lagi bisa mengendalikan berbagai masalah-masalah hukum yang banyak menjerat para petinggi, pemegang kekuasaan  maupun masalah susila yang samakin sering terajdi. Ini menunjukan bahwa cara penindakan gaya barat tidaklah berhasil diterapakan pada bangsa ini. Jadi buat apa masih menggunakan sesuatu hal yang jelas-jelas tidak sesuai dengna kultur bangsa kita padahal kita memiliki kitab hukum sendiri buah tangan para ahli pikir putera bangsa kita sendiri pada jaman Majapahit yakni kitab perundang-undangan “Kutaramanawadharmasastra”. Memang terkesan tidak modern dan ketinggalan jaman, tapi terlepas dari yang katanya ketinggalan jaman itu cobalah kita lihat isi dari kitab itu karena pada masa itu saja pelaksanaannya berhasil karena hukumannya jelas dan tidak bertele-tele dan tidak pandang bulu. Isi dari kitab tersebut antara lain tentang ketentuan denda, delapan macam pembunuhan (astadusta), perihal hamba (kawula), delapan macam pencurian (astacorah), pemaksaan (sahasa), jual beli (adol-atuku), gadai (sanda), hutang piutang (ahutang-apihutnag), perkawinan (kawarangan), perbuatan asusila (paradara), warisan (drewe kaliliran), caci-maki (wakparusya), perkelahian (atukaran), masalah tanah (bhumi), dan fitnah.
Melihat dari komposisinya saya rasa layak untuk diterapkan buat kemajuan bangsa ini kenapa tidak kita menggunakan warisan yang sudah diwariskan untuk kita. Jangan hanya mau mengakui ketika  diakui oleh negara tetangga saja. Berikut contoh isi kitab kutaramanawa:
Pasal 87: “barangsiapa sengaja merampas kerbau atau sapi orang lain dikenakan denda dua laksa. Barangsiapa merampas hamba orang, dendanya dua laksa.denda itu dipersembahkan kepada raja yang berkuasa. Pendapatan dari kerbau, sapi dan segala yang dirampas terutama hamba dikembaliakan dua kalia lipat”.

Pasal 92: ”barangsiapa menebang pohon orang lain tanpa seizin pemiliknya,dikenakan denda empat tali oleh raja yang berkuasa. Jika hal itu terjadi pada waktu malam, dikenakan pidana mati oleh raja; pohon yang ditebang diganti dua kali lipat”.

Perlindungan terhadap kaum perempuan juga diatur dengan tegas dalam beberapa bab di kitab tersebut, antara lain:

Pasal 108: “jika seorang istri enggan terhadapa suaminya, karena ia tidak suka kepadanya, uang tukan (mahar) harus dikembalikan dua kalai lipat. Perbuatan itu disebut amadal sanggama (menolak  bercampur)”.

Pasal 192: “seorang wanita boleh kawain dengan laki-laki lain, jika suaminnya hilang, jika suaminya meninggal dalam perjalanan, jika terdengar bahwa suaminaya ingin menjadi pendeta, jika suaminya tidak ‘mampu dalam” dalam percampuran, terutama jika ia menederita penyakit budug, jika demikian kondisinya wanita itu boleh kawin dengan orang lain”.

Pasal 207: “barang siapa memegang seorang gadis, kemudian gadis itu berteriak menangis sedangakan banyaj orang yang mengetahuinya, buatlah orang-orang itu saksi sebagai tanda bukti. Orang yang memegang itu kenakanlah pidana mati oleh raja yang berkuasa”.

Demikanlah sebagian dari kitab kutaramanawa yang merupakan kitab perundang undangan yang layak unutk dipergunakan untuk penindakan hukum di negara kita ini. Kitab ini merupakan buah pikkiran para pemikir pada masanya dan sangat lokal dalam artian bukan merupakan saduran dari kitab hukum dari India.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar