Rabu, 22 Januari 2014

KELIRUMOLOGI JAYASUPRANA ( EMANSIPASI WANITA)

            Salah satu persepsi punlik yang paling populer adalah anggapan bahwa makan emansipasi wanita adalah perjuangan kaum wanita dalam memperoleh persamaan hak dengan kaum pria. Persepsi itu keliru, namun kaprah dipertahankan, bahkan sampai menteri urusan wanita pun lantang mencanangkannya dalam pekik perjuangan resmi kaum wanita Indonesia.
            Makna emansipasi wanita sebenarnya bukan demi memperoleh persamaan hak dengan kaum pria. Apabila hak kum wanita disamakan dengan hak kaum pria, malah akan merugikan kaum wanita, sebaliknya hak kaum pria secara kodrati juga mustahil disamakan dengan wanita, akibat realita kewajiban maing-masing jenisa kelamin dengan latar belakang bilogis kodrati yang berbeda.
            Secara kodrati meski dipaksakan dengan cara apapun, kaum pria tidak mungkin melakukan perilaku kodrati kaum wanita, seperti menstruasi, pregnasi, laktasi ( datang bulan mengandung plus melahirkan dan menyusui). Allah memang menciptakan sifat-sifat biologis kodrati pria beda dengan wanita. Bentuk alat kelamin pria juga diuciptakan Allah berbeda dengan wanita justru fungsi reproduksional agar makhluk manusia tidak punah.
            Keliru sambil merugikan, jika kaum wanita berjuang unutk memperoleh hak yang sama dengan kaum pria. Kareana berdasarkan latar belakng kodrati jelas berbeda. Di Dunia tenaga kerja di Indonesia masa kini, kaum wanita justru memiliki kelebihan hak ketimbang pria yaitu cuti hamil dan melahirkan yakni cuti hamil  dan melahirkan selama 3 bulan.
            Apabila hak pekerja wanita disamakan dengan pekerja pria, maka hak libur hamil dan melahirkan itu akan lenyap. Sebaliknya, tidak ada alasan  bagi pekerja pria untuk disamakan hak cuti kodratinya dengan pekerja wanita, akibat latar belakang realita kodrati bilogis kaum pria mustahil memenuhi syarat untuk memenuhi untuk memperoleh hak cuti. Menggelikan jika pekerja menuntut cuti kodrati mereka, msalnya cuti ereksi, atau cuti menghamili, yang sebenarnya cukup melelahkan itu. Yang lebih produktif sebenarnya adalah perjuangan agar pekerja wanita memperoleh atas hak imbalan gaji sesuai realita kemampuannya setara yang direrima pekerja pria dengan kemampuan sama.
            Secara kultural, jika hak wanita disamakan dengan hak pria juga merugikan wanita karean dengan persamaan hak maka kaum wanita terutama yang sedang hamil, akan kehilangan hak kultural untuk dilindungi dan prioritas khusus disaat situasi-situasi tertentu, seperti hak memperoleh tempat duduk diangkutan umum, atau hak terlebih dahulu diselamatkan di saat bencana atau kecelakaan, maupun hak untuk memperoleh prioritas kehormatan seperti dibukakan pintu mobil, dipayungi saat hujan, dan aneka adat istiadat tata kesopanan yang menguntungkan kaum wanita lainnya.

            Maka emansipasi wanita yang benar adalah perjuangan kaum wanita demi memperoleh hak memilih dan menentukan nasib sendiri. Sampai kini, mayoritas wanita Indonesia terutama di daerah pedesaan dan sektor informal belum sadar akan memiliki hak dan menentukan nasib mereka sendiri, akibat normatif terbelenggu persepsi etika, moral , dan hukum genderisme dan sosio kultural serba keliru. Belenggu budaya anakronistis itulah yang harus didobrak gerakan perjuangan emansipasi wanita demi memperoleh hak asasi untuk memilij dan menentukan nasib sendiri. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar