PENDIDIKAN
ABAD PERTENGAHAN DI INDONESIA
Pendidikan merupakan sebuah proses
transpormasi ilmu pengetahuan baik itu ilmu alamiah, maupun ilmu akal, dari
generasi yang lebih tahu kepada generasi selanjutnya yang belum memiliki
pengetahuan sebanyak generasi terdahulunya. Proses ini berlangsung dari zaman
prasejarah sampai abad modern saat ini. Mulai dari cara yang sederhana sampai
kepada cara yang kompleks seperti saat ini, mulai dari hanya berbagi pengalaman
ketika berburu di depan api unggun sampai kepada melalui lembaga-lembaga
pendidikan seperti sekarang ini. Semua itu hampir berlangsung di seluruh dunia
tidak hanya di Indonesia saja, itu
merupakan proses alamiah manusia sebagai makhluk sosial yang selalu ingin
berbagi dalam segala aspek kehidupannya.
Sebelum bermunculanya
kerajaan-kerajaan Hindu, Budha, dan Islam di Indonesia diperkirakan telah
tumbuh dan berkembang pendidikan dalam fase-fase yang cuckup sederhana dimana
pada masa ini bangsa indonesia belumlah mengenal tulisan sehingga pendidikan
mungkin hanya melalui lisan saja. namun,
fakta lain muncul karena banyak ditemukan
gambar-gambar yang menggambarkan cerita tentang proses belajar tahap awal di
Indonesia di dalam goa-goa. Ini menunjukan bahwa bangsa Indonesia telah mulai
mengenal cara untuk melakukan pendidikan meskipun hanya melalui gambar
sederhana yang mereka gambar di dinding-dinding goa.
Pada abad pertengahan di Indonesia
tidak jauh beda dengan di Eropa baik Indonesia maupun Eropa memiliki ciri yang
sama dalam hal beberapa aspek diantaranya adalah mengenai pendidikan maupun
pemerintahan. Bila di Eropa pendidikan maupun pemerintahan kiblat utamanya
adalah gereja atau gerejasentris di Indonesia yang menjadi kiblatnya adalah
agama Budha, Hindu, dan ditutup oleh Islam, yang banyak mempengaruhi sistem
hidup maupun pemerintahan pada saat itu. Sehingga dapat diambil kesimpulan
bahwa keduanya memiliki persamaan namun tak serupa yakni pada abad pertengahan
baik di Eropa maupun Indonesia sama-sama dipengaruhi oleh unsur agama yang
dominan bila di Eropa agama kristen yang jadi fokus maka di Indonesia agama Hindu, Budha,
dan ditutup oleh Islam yang dominan.
Meskipun di Eropa pada saat itu mengalami
masa yang lazim disebut dengan “The Dark Ages” atau zaman kegalapan yang mana
ilmu pengetahuan tidak dapat berkembang dengan maksimal ini terjadi karena
monopoli ilmu oleh Gereja. Mengapa demikian, ini terjadi karean semua
manuskrif-manuskrif, catatan-catatan mengenai pengetahuan dikusai oleh Gereja
dan dikembangkan dogma bahwa barang siapa yang berusaha untuk belajar atau
membaca buku pengetahuan di perpustakaan dia akan mati. Sehingga masyarakat pun
enggan untuk mengkaji masalah keilmuan pada saat itu. Memang, ada masyarakat
yang nekat tapi mereka semua diketemukan meninggal baik itu ketika membaca
maupun setelah membaca buku-buku di dalam perpustakaan. Lain halnya dengan pendidikan
di Indonesia dimana pendidikan dapat berkembang hingga ke Mancanegara sekalipun
dan perkembangan pendidikan di Indonesia sangatlah berbeda bila dibandingkan
dengan di Eropa yang masa kegelapan mungkin di Indonesia bisa kita sebut
sebagai masa “Pencerahaan” mengapa saya menyebutkan demikian karena bangsa
Indonesia pada saat itu mulai melek akan ilmu dan sadar betapa pentingnya ilmu
pengetahuan bagi kehidupan meskipun secara garis besar ilmu yang berkembang
adalah ilmu yang ruang lingkupnya mengenai agama.
Pendidikan pada abad pertengahan di
Indonesia tidak terlepas dari keberadaan kerajaan-kerajaan yang berkembang pada
masa sejarah awal Indonesia. Pendidikan mulai berkembang pada saat kerajaan-kerajaan di
Indonesia menganut ajaran Hindu, Budha, maupun Islam.
Kita dapat mengambil contoh dari
sisi kerajaan Budha di Indonesia adalah kerajaan Sriwijaya dan Holling kedua
kerajaan ini memiliki ciri yang sama yaitu sama-sama kerajaan yang bercorak Budha
dan memiliki guru yang terkenal hingga ke Mancanegara.
Ini terbukti dengan termahsurnya
kerajaan Sriwijijaya ( abad ke-7 M) sebagai pusat ajaran Budha di Asia Tenggara,
bahkan Ptolomeus sempat menyebut tentang
Borousai (merujuk pada pantai barat Sumatera Utara atau Sriwijaya) ini
membuktikan bahwa Sriwijaya telah terkenal hingga ke daratan Eropa saat itu.
Tidak hanya kerajaan Hindu dan Budha
saja yang berpengaruh dalam proses pendidikan di Indonesia pada abad pertengahan
namun kerajaan-kerajaan Islam pun turut andil dalam hal ini perkembangan
pendididkan abad pertengahan di Indonesia, bahkan lebih modern dan terstruktur
sebagai lembaga-lembaga pendidikan yang lebih resmi dibandingkan dengan
masa-masa pendidikan di kerajaan hindu maupun budha pada masa sebelum
berdirinya kerajaan islam. Seperti yang disebutkan dalam naskah Purwaka Caruban
Nagari, yakni sebuah naskah yang bertalian dengan sejarah mulajadi Cirebon.
Didalam naskah ini dikatakan, bahwa sekitar abad XV
Masehi di Cirebon telah ada pergururan Islam, jauh sebelum Sarif Hidayatullah atau Sunan
Gunung Jati dilahirkan. Selain di
Cirebon terdapat kerajaan-kerajaan Islam lain di Indonesia yang memiliki
struktur pendidikan yang lebih modern dibandingkan dengan kearajaan Hindu maupun
Budha di antaranya: Perlak, Samudra Pasai Merupakan kerajaan-kerajaan Islam
yang memiliki perhatian yang sangat tinggi dan maju dalam hal pendidikan baik
itu agama maupun sciencedan kerajaan Islam yang masuk kebabak pertengahan di
Indonesia.
1. Masuknya
Agama Hindu dan Budha di Nusantara
Pada awal abad Masehi, masyarakat
Nusantara mulai menjalin hubungan dengan bangsa-bangsa di Asia, terutama India
dan Cina. Orang-orang India datang ke Nusantara dalam jumlah yang besar dan
berhasil membangun pemukiman. Mereka terdiri dari kaum pedagang, pendeta, dan
kelompok lainya. Para pendeta datang ke Nusantara bersama-sama kaum pedagang.
ketika berada di Nusantara para pendeta Hindu dan Budha aktif menyebarkan
agamanya. Bahkan, tidak sedikit diantara mereka yang sengaja diundang penguasa
Nusantara unutk menjalankan upacara-upacara resmi kerajaan. Misalnya, upacara
pengangkatan raja sebagai kesatria.
Menurut penelitian para ahli,
pengaruh agama Budha telah memasuki Nusantara pada sekitar abad ke-2 sampai
abad ke-5 Masehi. Bukti-bukti peninggalan agama Budha di Nusantara misalanya
penemuan arca perunggu Budha di daerah Sempaga (Sulawesi Selatan). Dilihat dari
bentuknya, arca ini mempunyai langgam yang sama dengan di Anawarti (India). Arca
yang sama juga ditemukan di Jember (Jawa Timur) dan bukit Seguntang (Sumatera Selatan). Selaian
itu, ditemukan sejumlah arca di Kota Bangun (Kutai, Kalimantan Selatan)
memperlihatkan langgam seni Ghandara (India). Masa perkembangan agama Budha
berlangsung pesat pada abad VII-IX.
Menurut penafsiran tujuh buah yupa
peninggalan kerajaan Kutai di Kalimantan Timur dan prasasti karajaan
Tarumanegara di Jawa Barat, pengaruh agama Budha muncul pertama kali sekitar
abad ke-5 Masehi. Oleh karena itu yupa dan prasati dikedua kerajaan itu
menggunakan hurup Pallawa, maka diperkirakan pengaruh Hindu yang menyebar ke
beberapa daerah di Indonesia pada masa permulaan berasal dari India Selatan.
Selain di Kutai dan Tarumanegara, pengaruh Hindu di Nusantara berkembang pula
kerajaan Ho-ling, Mataram, Kanjuruan, Kediri, Singasari, Majapahit, Sunda, dan
Bali.
Sejarah agama Hindu-Budha di Indonesia berbeda
dengan sejarahnya di India. Disini, kedua agama tersebut dapat tumbuh
berdampingan dan harmonis. Bahkan ada kecenderungan syncretism antara keduanya
dengan upaya memadukan figur Syiwa dan Budha sebagai satu sumber yang Maha
Tinggi. Sebagaimana tercermin dari satu bait syair Sotasoma karya Mpu Tantular
pada zaman Majapahit “Bhinneka Tunggal Ika”, yakni dewa-dewa yang ada dapat
dibedakan (bhinna), tetapi itu (ika) sejatinya adalah satu (tunggal).
Sekalipun demikian, patut diketahui sempat adanya sejarah konflik politik antar
kerajaan yang berbeda agama pada masa-masa permulaannya.
1.1
Pendidikan Masa Hindu & Budha di
Indonesia
Pada masa itu, pendidikan lekat terkait dengan agama. Menurut
catatan I-Ching, seorang peziarah dari China, ketika melewati Sumatera pada
abad ke-7 M ia mendapati banyak sekali kuil-kuil Budha dimana di dalamnya
berdiam para cendekiawan yang mengajarkan beragam ilmu. Kuil-kuil tersebut
tidak saja menjadi pusat transmisi etika dan nilai-nilai keagamaan, tetapi juga
seni dan ilmu pengetahuan.
Lebih dari seribu biksu Budha yang tinggal di
Sriwijaya itu dikatakan oleh I-Ching menyebarkan ajaran seperti yang juga
dikembangkan sejawatnya di Madhyadesa (India). Bahkan, di antara para guru di
Sriwijaya tersebut sangat terkenal dan mempunyai reputasi internasional, seperti
Sakyakirti dan Dharmapala. Sementara dari pulau Jawa muncul nama Djnanabhadra
(Holling). Pada masa itu, para peziarah Budha asal China yang hendak ke tanah
suci India, dalam perjalanannya kerap singgah dulu di nusantara ini untuk
melakukan studi pendahuluan dan persiapan lainnya.
Tidak hanya di dalam negeri saja para pelajar-pelajar
Sriwiajaya belajar karena dalam perkembanganya banyak dari pemuda-pemuda
Nusantara yang tertarik untuk memperdalam ilmu keagamaan di India. Mereka yang
menuntut ilmu agama di India semakin hari semakin bertambah jumlahnya.
Raja-raja Sriwijaya menaruh perhatian yang cukup baik terhadap pelajar-pelajar
Nusantara yang menuntut ilmu di India dengan jalan meminta bantuan kepada
Raja-raja di India untuk membangun asrama. Permintaan itu dikabulkan sehingga
berdirirlah wihara para pelajar Nusantara di Nalanda pada tahun 850 Masehi dan
di Nagapatnam pada tahun 1030 Masehi.
Pada masa Hindu-Budha ini, kaum Brahmana merupakan
golongan yang menyelenggarakan pendidikan dan pengajaran. Perlu dicatat bahwa
sistem kasta tidaklah diterapkan di Indonesia setajam sebagaimana yang terjadi
di India. Adapun materi-materi pelajaran yang diberikan ketika itu antara lain:
teologi, bahasa dan sastra, ilmu-ilmu kemasyarakatan, ilmu-ilmu eksakta seperti
ilmu perbintangan, ilmu pasti, perhitungan waktu, seni bangunan, seni rupa dan
lain-lain.
Ilmu-ilmu yang berkembang pada masa itu tidak
terlepas dari unsur Budha maupun Hindu,
misalkan pada seni bangunan bangunan-bangunan yang dibangun pada masa Hindu
mengalami akulturasi dengan budaya punden berundak yang merupakan budaya khas
dan asli Indonesia pada masa Meghalitikum bergabung menjadi satu dalam suatu
bentuk yang baru yang bercampur dengan unsur agama Hindu, atau nanti ketika
muncul kerajaan-kerajaan Islam dalam hal pembentukan masjid mengalami akulurasi
juga dengan budaya Hindu tersebut, seperti Masjid Agung Demak yang bentuk dari
atapnya berbentuk punden berundak-undak yang tentu saja memiliki makna berbeda
tentu dengan filosopi umat Hindu dalam memaknai punden berundak ini. Bila dalam
agama Hindu makna dari punden berundak ini sebagai lambang dari kasta,
maksudnya adalah bentuk dari undakan itu adalah urutan kasta misalnya dalam
undakan yang teratas adalah kasta brahmana dan yang paling dasar adalah kasta
sudra. Berbeda halnya dengan filosopi
bangsa Indonesia ketika masih menganut paham Dinamisme dan Animisme mereka
membuat punden berundak-undak disebuah bukit yang tinggi dengan diameter yang
sangat besar ini bertujuan agar mereka dapat bersentuhan langsung dengan apa
yang mereka yakini karena semakin tinggi undakan semakin dekat pula mereka
dengan apa yang mereka sebut penciptanya. Kita dapat mengambil contoh adalah
situs Meghalitikum Gunung Padang di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat.
Pola pendidikan pada masa ini adalah tidak berbentuk
lembaga-lembaga pendidikan layaknya pendidikan pada masa modern seperti
sekarang ini. Ini terjadi karena memang pusat pendidikan berlangsung di dalam
ruang lingkup agama Hindu maupun Budha sehingga pendidikan tidak berjalan jauh
dari agama yang dianut pada masa itu. Proses belajar-mengajar pada saat itu
hanya berlangsung di asrama khusus, dengan fasilitas belajar seperti ruang
diskusi dan seminar.
Pada masa kerajaan-kerajaan baik itu kerjaan Hindu
maupun Budha menganggap bahwa pendidikan itu sangatlah penting mereka sudah
menyadari akan pentingnya pendidikan. Karena dengan pendidikan suatu bangsa
akan memiliki sumber daya manusia yang berkualitas karena dengan memiliki SDM
yang baik maka suatu negara atau kerajaan akan kuat, hal itu sudah dipikirkan
oleh mereka pada masa beratus-ratus tahun yang lalu. Marilah, kita bayangkan betapa tingginya pemikiran petinggi-petinggi
kerajaan pada saat itu mereka mendukung penuh para kaum intelek pada masa itu
dengan memberikan berbagai macam fasilitas-fasilitas yang mendukung suasana pendidikan pada masa
itu. Bukan hanya di dalam wilayah kerajaannya saja tapi sampai keluar negeri
pun mereka dukung, ini menunjukan bahwa diplomasi dari para Raja-raja masa
Hindu Budha berjalan dengan sangat baik dan perhatian mereka kepada pendidikan
sangatlah tinggi.
Dari kenyataan sejarah itu seharusnya pemerintah
saat ini berkaca pada masa-masa pertengahan di Indonesia bagaimana mereka
menjalankan pendidikan itu dan betapa tinggi perhatian para pemuka pemerintahan
pada masa itu. Pemerintah saat ini cenderung keteteran dalam hal menyediakan
pendidikan yang layak dan berrkualitas bagi rakyat nya. Banyak dari
daerah-daerah di Indonesia yang belum tersentuh oleh pendidiakan. Gedung-gedung
sekolah hampir roboh bahkan tidak sedikit ynag sudah rata dengan tanah karena
hancur dimakan usia, tenaga pengajar pun banyak yang memlih untuk mengajar di
kota karena mereka menganggap bahwa masa
depan mereka lebih baik dan cerah
ketimbang mengajar di pelosok negeri. Sungguh sangat miris melihat kenyataan
ini padahal sudah jelas salah satu tujuan bangsa Indonesia yang terkandung
dalam UUD ’45 alinea ke-4 yakni “ Mencerdaskan Kehidupan Bangsa” namun sekarang
tujuan luhur itu hanyalah tinggal sepenggal kata saja yang selalu diucapakan
oleh seorang pelajar ketika upacara bendera saja tanpa ada pengertian dan
tindak lanjut dari yang berkuasa.
Tidak sedikit dari karya para cendekiawan abad
pertengahan Indonesia, dan merupakan karya-karya luhur bangsa yang harus
diketahui oleh semua lapisan rakyat Indonesia karena bangsa kita mampu untuk
menghasilkan karya intelektual yang tidak kalah baik dengan karya-karya dari
bangsa barat nun juah disana.
Brikut
adalah beberapa karya intelektual yang terkenal pada masa ini antara lain:
Dari kerajaan kediri:
·
Arjuna Wiwaha karya Mpu Kanwa (1019)
·
Bhatara Yudha karya Mpu Sedah (1157)
·
Hariwangsa karya Mpu Panuluh (1125)
·
Gatotkacasraya Mpu Panuluh (1125)
·
Smaradhana karya Mpu Dharmaja (1125)
Dari kerajaan Majapahit: Awal
·
Negara Kertagama karya Mpu Prapanca
(1331-1389)
·
Arjuna Wiwaha karya Mpu Tantular
·
Sotasoma karya Mpu Tantular
·
Pararaton (Epik berdirinya kerajaan
kediri hingga Majapahit)
·
Kitab Pathajayna, tidak diketahui
pengarangnya
·
Kitab Kunjarakarna, tidak diketahui
pengarangnya
: Akhir
·
Kitab Sundayana, isinya tentang pristiwa
Bubat
·
Kitab Sorandaka, isinya tentang
pemberontakan Sora
·
Kitab Ranggalawe, isinya tentang
pemberontakan Ranggalawe
·
Panjiwijayakarma, isinya menguraikan
riwayat Raden Wijaya hingga menjadi raja.
·
Kitab Usana Jawa, isiny tentang
penaklukan pulau bali oleh Gajah Mada dan Aryadamar, pemindahan keraton
Majapahit ke Gelgel, dan penumpasan Raja Raksasa yang bernama Maya Denawa, dan
·
Kitab Usana Bali, isinya tentang
kekacauan di bali.
Dari kerajaan Sunda:
·
Arca-arca Wisnu di daerah Cibuaya dan
arca-arca Rajasi
·
Kitab carita Parahyangan dan Kitab
Sanghyang Siksakanda
·
Cerita-cerita dalam Sastra Sunda kuno
bercorak Hindu
Menjelang periode akhir tersebut, pola pendidikan tidak lagi dilakukan dalam
kompleks yang bersifat kolosal, tetapi oleh para guru di padepokan-padepokan
dengan jumlah murid relatif terbatas dan bobot materi ajar yang bersifat
spiritual religius. Para murid disini sembari belajar juga harus bekerja untuk
memenuhi kebutuhan hidup mereka sehari-hari.
Jadi
secara umum dapatlah disimpulkan bahwa:
(1) Pengelola pendidikan adalah kaum brahmana dari tingkat dasar sampai dengan tingkat tinggi;
(2) Bersifat tidak formal, dimana murid dapat berpindah dari satu guru ke guru
yang lain;
(3) Kaum bangsawan biasanya mengundang guru untuk mengajar anak-anaknya di
istana disamping ada juga yang mengutus anak-anaknya yang pergi belajar ke
guru-guru tertentu;
(4) Pendidikan kejuruan atau keterampilan dilakukan secara turun-temurun
melalui jalur kastanya masing-masing.
1.2 Pendidikan di Kerajaan Hindu
dan Budha Pada Masa pertengahan
a.
Sriwijawa
Kerajaan Sriwijaya merupakan salah satu kerajaan
besar yang pernah membawa keajayaan bangsa Indonesia di masa lampau. Kerjaaan
Sriwijaya bukan saja dikenal di wilayah Indonesia saja, tetapi juga dikenal
hampir setiap bangsa atau kearajaanyang
berada jauh di luar wilayah Indonesia. Hal ini disebabkan leatak Kerajaan
Sriwijaya yang sangat strategis dan dekat dengan Selat Malaka. Tealh diketahui,
Selat Malaka pada saat itu merupakan jalur perdagangan yang satu-satunya
dikenal oleh para pedagang ayng dapat menghubungakan antara pedagang-pedagang
dari Cina dengan India maupun Romawi.
Sriwijaya menjadi kerajaan besar adalah karena
kehidupan sosial masyarakatnya meningkat dengan pesat terutama dalam bidang
pendidikan dan hasilnya Sriwijaya terbukti menjadi pusat pendidikan dan
penyebaran agama Budha di Asia Tenggara. Hal ini sesuai dengan berita I-Tshing
pada abad ke 8 bahwa di Sriwijaya terdapat 1000 orang pendeta yang belajar
agama Budha di bawah bimbingan pendeta Budha terkenal yaitu Sakyakirti. Di
samping itu juga pemuda-pemuda Sriwijaya juga mempelajari agama Budha dan ilmu lainnya
di India, hal ini tertera dalam prasasti Nalanda. Kemajuan di bidang pendidikan
yang berhasil dikembangkan Sriwijaya bukanlah suatu hasil perkembangan dalam
waktu yang singkat tetapi sejak awal pendirian Sriwijaya, raja Sriwijaya selalu
tampil sebagai pelindung agama dan penganut agama yang taat. Sebagai penganut
agama yang taat maka raja Sriwijaya juga memperhatikan kelestarian
lingkungannya (seperti yang tertera dalam Prasasti Talang Tuo) dengan tujuan
untuk meningkatkan kemakmuran rakyatnya. Dengan demikian kehidupan ekonomi dan
sosial masyarakat Sriwijaya sangat baik dan makmur, dalam hal ini tentunya juga
diikuti oleh kemajuan dalam bidang kebudayaan. Kemajuan dalam bidang budaya
sampai sekarang dapat diketahui melalui peninggalan-peninggalan suci seperti
stupa, candi atau patung/arca Budha seperti ditemukan di Jambi, Muaratakus, dan
Gunung Tua (Padang Lawas) serta di Bukit Siguntang (Palembang).
b.
Holing
Berita dari Cina berasal dari Dinasti Tang
menyebutkan bahwa letak dari kerajaan Holing berbatasan dengan Laut Cina
Selatan, Ta-Hen-La (Kamboja) di sebelah Utara, Po-li (Bali) sebelah Timur dan
To-Po-Teng di sebelah Barat. Nama lain dari Holing adalah Cho-po (Jawa),
sehingga berdasarkan berita tersebut dapat disimpulkan bahwa Kerajaan Holing terletak
di Pulau Jawa, khususnya Jawa Tengah. Kerajaan Holing adalah kerajaan yang
terpengaruh oleh ajaran agama Budha. Sehingga Holing menjadi pusat pendidikan
agama Budha. Holing sendiri memiliki seorang pendeta yang terkenal bernama
Janabadra. Sebgai pusat pendidikan Budha, menyebabkan seorang pendeta Budha
dari Cina, menuntut ilmu di Holing. Pendeta itu bernama Hou ei- Ning ke Holing,
ia ke Holing untuk menerjemahkan kitab Hinayana dari bahasa sansekerta ke
bahasa Cina pada 664-665. Dengan bertambahnya populasi penduduk dan peningkatan
standar pendidikan yang dipegang oleh kaum Brahmana, secara perlahan muncullah
sistem birokrasi, yang tersusunn atas: hierarki abdi kerajaan, bangsawan dan
tuan tanah, di masa kerajaan Hindu-Budha.
Selain dua kerajaan tersebut tidak diketemukan data
yang cukup untuk menguak sistem dan pola pengajaran kerajaan-kerajaan Hindu dan
budha lainya. karena keterbatasan data yang dapat dikumpulkan. Namun, saya
berkesimpulan bahwa hampir dari setiap kerajaan Hindu dan Budha pada masa petengahan
ini menerapkan sistem dan pola pendidikan yang sama dengan kerajaan Sriwijaya
maupun Holing. Mengapa demikian, karena kita semua tahu dan menyadari bahwa
Sriwijaya merupakan pusat dari pendidikan dan keagamaan pada masa ini sehingga
mungkin saja kerajaan-kerajaan yang lain mengekor atau bahkan berguru pula ke
Sriwijaya karena di sana merupakan pusat agama dan pendidikan di Asia Tenggara
dan terdapat guru yang tidak diragukan lagi eksistensinya pada masa itu.
Mengapa saya berbicara demikian, karena kerajaan-kerajaan yang nun jauh seperti
Nalanda dan Cholamandala di India saja tahu dan melakukan hubungan dengan
Sriwijaya ini bgaimana mungkin kerajaan yang berada dalam lingkungan Nusantara
ini tidak melakukan hal yang sama. dengan adanya hubungan pastilah terajadi
transper ilmu dari Sriwijaya kepada
kerajaan-kerajaan yang lainya yang berada di Nusantara.
Jadi, terdapat kesamaan sistem pendidikan dan pola
pendidikan di kerajaan yang ada pada masa ini karena marujuk pada eksistensinya
kerajaan Sriwijaya sebagai pusat dari
pendidikan dan keagamaan khususnya budha pada masanya dan Holing di Daratan
Jawa juga ikut berperan aktip mengapa demikian karena di Kerajaan Holing ini
terdapat seorang Guru yang juga termasyur yakni Janabrata.
2. Pendidikan Masa Islam Pada Abad
Pertengahan
Setelah ditaklukannya kerajaan-kerajaan Hindu maupun
Budha di Nusantara memunculkan kerajaan-kerajaan Islam yang menggantikan
eksistensi kerajaan Hindu dan Budha. Dengan berkembangnya kerajaan Islam
tentunya berkembang pula sistem pendidikan yang jauh lebih maju dibandingkan
dengan zaman sebelumnya. Berkembangnya Islam di indonesia memang tidak terlepas
dari campur tangan para pedagang dari Timur tengah.
Berikut akan saya coba paparkan proses masuknya
Agama Islam ke Indonesia. Meskipun hanya sebagian dari masa-masa kerajaan Islam
Indonesia yang masuk kedalam abad pertengahan namun, tidak sedikit dari
pengaruhnya terahadap dunia pendidikan modern di Indonesia tentunya.
2.1 Proses Masuknya Islam ke
Indonesia
Proses masuknya agama Islam di Indonesia masih
diperdebatkan waktu keapastiannya. Beberapa seajrawan menyebutkan bahwa abad
ke-7 Masehi sebagai waktu masuknya Islam ke Indonesia. Sebagian memberitakan
Islam masuk ke Nusantara pada abad ke-13 Masehi. Sumber sejarah yang berasal daeri
berita cina Zaman Dinasti Tang. Catatan ini menerangkan bahawa pada tahun 674
Masehi di Pantai Barat Sumatera telah terdapat perkamapungan orang-orang Arab
yang beragama Islam perkampungan itu diberi nama Barus atau Fansur.
Adapun sumber
sejarah yang menyatakan Islam mulai masuk ke Indonesia pada abad ke-13 Masehi
yaitu sebgaai berikut:
a. Catatan
perjalanan Marco Polo yamg menerangkan bahwa ia pernah singgah di Perlak pada
tahun 1292 Masehi dan berjumpa dengan orang-orang yang teelah menganut agama
Islam.
b. Ditemukan
nisan makam Raja Samudra Pasai, Sultan Malik al-saleh yang berangka 1297
Masehi.
Meski terdapat beberapa pendapat mengenai kedatangan
agama Islam di Indonesia, banyak ahli sejarah cenderung poercaya bahwa masuknya
agama Islam ke Indonesia pada abad ke-7 Masehi. Abad ke-13 M menujukan
perkambangan Islam bersamaan dengan tumbuhnya kerajaan-kerajaan Islam di
Indonesia.
2.2 Pendidikan di Kerajaan Islam
Seiring dengan masuk dan berkembang Islam
memunculkan juga kerajaan-kerajaan Islam yang memiliki ketertarikan tinggi
terhadap pendidikan karena pendidikan dalam Islam memiliki tempat yang sangat
penting. Sehingga banyak dari kerajaan-kerajaan Islam yang mendirikan
lembaga-lembaga pendidikan bagi para rakyatnya.
Seperti di salah satu kerajaan Islam tertua yakni
Kerajaan Perlak. Di Perlak terdapat suatu lembaga pendidikan lainnya berupa
majelis taklim tinggi, yang dihadiri khusus oleh para murid yang alim dan
mendalam ilmunya. Materi yang diajarkan yaitu bahasa Arab, tauhid, tasawuf,
akhlak, ilmu bumi, ilmu bahasa dan sastra Arab, sejarah dan tata negara,
mantiq, ilmu falaq dan filsafat. Ada pula di Cirebon yakni Seperti yang
disebutkan dalam naskah Purwaka Caruban Nagari, yakni sebuah naskah yang
bertalian dengan sejarah mulajadi Cirebon. Didalam naskah ini dikatakan, bahwa
sekitar abad XV Masehi di Cirebon telah ada pergururan
Islam, jauh sebelum Sarif Hidayatullah
atau Sunan Gunung Jati dilahirkan.
Seorang
pengembara dari maroko yang bernama Ibnu Batutah pada tahun 1345 M sempat
singah di kerajaan Pasai pada zaman pemerintahan Malik Az Zahir, saat
perjalananya ke Cina. Ibnu Batutah menuturkan bahwa ia sangat mengagumi akan
keadaan kerajaan Pasai, dimana rajanya sangat alim dan begitu pula dalam ilmu
agamanya, dengan menganut paham Mazhab Syafi’I, dan serta mempraktekkan pola
hidup yang sangat sederhana.
Menurut apa
yang dikemukakan Ibnu Batutah tersebut, dapat ditarik kepada sistem pendidikan
yang berlaku di zaman kerajaan Pasai, yaitu:
a). Materi
pendidikan dan pengajaran agama bidang syari’at ialah fiqh mazhab syafi’i.
b). Sistem
pendidikannya secara informal berupa majelis ta’lim dan halaqah.
c). Tokoh
pemerintahan merangkap sebagai tokoh agama.
d). Biaya
pendidikan agama bersumber dari negara.
Meskipun hanya kerajaan Seamudra
Pasai, Perlak, dan Demak. Namun, Demak
masih menjadi perdebatan mengenai kapan sebenarnya kerajaan Demak ini resmi
berdiri yakni 1478 M pendapat ini berdasarkan atas jatuhnya kerajaan Majapahit,
dan dilain pihak ada yang berpendapat 1518 M Hal ini berdasarkan, bahwa pada tahun
tersebut merupakan tahun berakhirnya masa pemerintahan Prabu Udara Brawijaya
VII yang mendapat serbuan tentara Raden Fatah dari Demak. Kendati demikian
meskipun kerajaan Islam yang masuk masa-masa pertengahan hanya itu namun tidak
sedikit sumbangsih terhadap dunia pendidikan modern di Indonesia. Berawal dari
kedua kerajaan inilah munculnya kerajaan-kerajaan Islam lainya di Indonesia.
Dan melanjutkan sistem pendidikan Islam melalui lembaga-lembaga yang formal dan
pula mengakhiri sistem pendidiakan Hindu dan Budha yang sebelum masuk dan
berkembangya Islam merupakan agama yang dominan sekali. Diantaranya adalah
Kerajaan Cirebon ini sesuai dengan bunyi yang disebutkan dalam naskah Purwaka
Caruban Nagari, yakni sebuah naskah yang bertalian dengan sejarah mulajadi
Cirebon. Didalam naskah ini dikatakan, bahwa sekitar abad XV
Masehi di Cirebon telah ada pergururan Islam, jauh sebelum Sarif Hidayatullah atau Sunan
Gunung Jati dilahirkan. Ada pula pelaksanaan pendidikan yang dilakukan oleh
para Walisanga di Kerajaan Demak yang mewakili pendidikan bagi rakyat biasa.
Karena tujuan pendidikan pada masa ini
adalah memnyebarkna Islam di Tanah Jawa sehingga pendidikan tidak mengenal lapisan
masyarakat pada masa ini.
Dengan berkembangnya Islam
berkembang pula pendidikan di Indonesia karena pada masa Pertengahan ini
cendekiawan muslim dari Jazirah Arab hampir bisa dibilang menguasai
pengetahuan. Karena berbeda dengan Gereja yang cenderung mengekang masalah
keilmuan tapi para pemimpin musllim di Jazirah Arab sangat mendukung para
cendekiawan untuk mengembangkan pengetahuan.
Berikut
adalah para filsup dan cendekiawan muslim yang berpengaruh di dalam
pengembangan keilmuan Islam:
a. Alkindi (800-870) satu-satunya orang arab asli. Corak filsafatnya ialah pemikiran kembali dari ciptaan Yunani
(menterjemahkan 260 buku Yunani) dalam bentuk bebas dengan refleksinya dengan
iman islam
b. Alfarabi
(872-950), filusuf muslim dalam pangkal filsafatnya dari Plotinus.
c. Al-Ghazali
(1059-1111) filusuf besar Islam yang mengarang Ihya Ulumuddin, di Spanyol
d. Ibnu sina
(avicena) (980-1037) yang besar pengaruhnya terhadap filsafat barat, sejak usia
10 tahun sudah hafal Al-Qur’an.
e. Ibnu
Bajjah (1138), penafsiran karya fisik dan metafisik Aristoteles.
f. Ibnu Rushyd
(Averros) (1126-1198) yang disebut juga penafsir Aristoteles dan yang sangat
berpengaruh terhadap aliran-aliran di Eropa, juga seorang filusuf besar muslim.
g. Avencebrol (ibnu Gebol) (1020-1070).
h. Main monides (moses bin maimon) (1135-1204).
Merupakan nama-nama para cendekiawan
muslim yang paling berpengaruh terhadap dunia pendidikan Islam baik itu di
Jajirah Arab maupun Eropa. Apakah ada hubungannya, antara perkembangan
pendidikan di timur tengah dengan Indonesia. Jawabanya, tentu saja ada dengan
berkembangnya pengetahuan tentu mendorong para ulama yang merangkap sebagai
guru untuk mengembangkan ilmunya. Dengan berkembang ilmu tentu akan
mempengaruhi pola pikir para pengajar sendiri dalam mengembangkan pendidikan di
Indonesia.
Di indonesia sendiri pendidikan
Islam tidak hanya meliputi pendidikan agama saja. Melainkan, meliputi segala
macam ilmu-ilmu yang berkembang pada saat itu seperti yang telah saya dijelaskan
di atas. Pendidikan pada masa kerajaan
Islam sendiri tidak memungut biaya karena biaya ditanggung oleh pemerintah
sehingga membuka kesempatan bagi seluruh masyarakat untuk menuntut ilmu. baik
itu di lembaga-lembaga pendidikan seperti perguruan Islam di pusat pemerintahan
saat itu, maupun pendidikan di Langgar atau Surau-surau di perkampungan. Maka
jelaslah bahwa para pemimpin masa kerajaan Islam pun memiliki ketertarikan
tinggi terhadap pendidikan layaknya para pemimpin Hindu dan Budha, meskipun
berbeda karena pemimpin Islam tidaklah mengkotak-kotakan rakyatnya untuk
menuntut ilmu. Semua masyarakat yang ingin tahu dan menjadi lebih dalam
pengetahuannya dapat menuntut ilmu baik itu secara formal maupun secara
informal, formal melalui pesantren-pesantren, ataupun perguruan-perguruan
tinggi yang telah banyak berdiri, sedangkan secara informal malalui beajar di
langgar-langgar, surau-surau, dan masjid dalam lingkup yang lebih luas lagi.
Daftar Pustaka
Koentjaraningrat.
1990. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta:
Rineka Cipta.
Kurnia,
Anwar. 2009. IPS Terpadu SMP Kelas VIII. Jakarta:
Erlangga.
Surajiyo. 2005. Ilmu filsafat
suatu Pengantar. Jakarta: Bumi Aksara.
http://id.wikipedia.org/wiki/Hindu.
http://id.wikipedia.org/wiki/
Islam.
Marwati Djoened
Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto. 1992. Sejarah
Nasional Indonesia II. Jakarta: Balai Pustaka.
Umar
Tirtarahardja dan S. L. LA Sulo. 2008. Pengantar
Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.